Cinta Tidak Memiliki Satuan

Hujan deras mengiringi tawa seekor jangkrik muda tak bersayap, bunyi sayap kecil yang hanya setengah sentimeter itu berdecit layaknya suara pintu yang terbuka paksa. Aku termenung, melamun dan terdiam, terpaku dengan pandangan semu sang mentari yang tertutup mendung. Mungkin ini hanya sebuah fatamorgana saja, dimana dunia berubah menjadi khayalan semu tanpa ada bentuk fisik dari perasaan itu. Suara tombol keyboard mengisi keheningan malam ini, melihat, merasakan, menyatu, dan bercerita, itulah yang aku lakukan pada malam ini, hening tanpa penghuni. malam yang telah ditinggal tidur oleh para penjamahnya, tersengat dingin aku hanya bisa merunduk dan menghayati apa yang ada dalam pikiran ini. Mungkin, .. . . . aku hanya bermimpi dapat mengerti makna CINTA itu? kau berikan aku kekuatan tentang hangatnya cinta pada malam itu, namun kini aku merasa sendiri. . . . .

Jarak dan waktulah yang bertanggung jawab atas rasa rindu ini, aku hanya bisa melihat dan tersenyum dengan gambar sosok wajah mu itu. Hangat tawa dan senyum mu aku bisa rasakan disini. Berbekal Hati dan CInta yang merasakan indahnya perasaanmu itu. Mungkin memang sakit, saat masa lalu menyelimuti diri. Mungkin juga memang sakit, saat jarum penghianatan menusuk kulit rasa itu. Atau mungkin memang sangat sakit, saat engkau tak menyadari bahwa ada orang yang sedih melihatmu tak bisa melupakan masa lalu yang gelap itu. Saat ini aku menyadari, bahwasanya cinta tak dapat dimengerti dengan kata dan penjelasan, dan aku tidak menuntut itu. Kau hanya perlu mengerti dan merasakan kehangatan cinta yang aku berikan.

Saat kau bertanya, "Seberapa besarkah cinta itu ada untukku?", dan aku hanya bisa menjawab, "Rasa cinta ini hanya bisa kamu rasakan, tanpa bisa di ukur menggunakan satuan keilmuan eksata sainstis belaka. Cinta tidak memiliki satuan, tetapi memiliki wujud yang bisa dirasakan. Cinta juga tidak memiliki panjang, massa, luas, atau konsentrat. Namun ia hanya memiliki Rasa yang dapat mengubah semua senyawa dalam hidup dan bereaksi cepat terhadap makhluk yang merasakan. Mungkin pengantar biologis dapat menjelaskan Cinta dalam segi nafsu, tapi cinta sesungguhnya bukan berdasarkan nafsu dan kebutuhan biologis. saling menghargai dan menghormati adalh kunci utama dalam terjalinnya rajutan cinta sejati.

Bila waktu t’lah memanggil, teman sejati hanyalah angan. Bila waktu t’lah terhenti, teman sejati hanyalah sepi. Yang tersisa hanyalah asa dan kenangan semu. Tak terdemikian hingga rasa itu terbentuk dengan ketulusan hati ini. Menampilkan layar-layar di balik sebuah pengorbanan, dan senyuman manis di balik keterpurukan emosi. . . .

Hingga kini, aku mencintaimu. . .

Untuk orang yang aku sayangi, Gusti Ayu L. Iga Ambarawati





By WarOeng tOeliSan